Senin, 10 November 2014

Masih Cintakah Kita Terhadap Tanah Air ?

Masih Cintakah Kita Terhadap Tanah Air ? Kalau begitu, marilah kita baca berita di bawah ini !

SURABAYA, KOMPAS.com — Menteri Luar Negeri (Menlu) Dr H Hassan Wirajuda, SH, MALD, LLM, menegaskan, Pulau Sipadan dan Ligitan sesungguhnya memang bukan wilayah Indonesia karena itu Sipadan-Ligitan bukan wilayah kedaulatan Indonesia yang lepas. 

"Sipadan-Ligitan juga bukan wilayah Malaysia, tapi ibarat dua anak yang menemukan sebutir kelereng, lalu keduanya berebut memiliki kelereng itu, jadi kelereng itu sebenarnya bukan milik keduanya, tapi temuan," katanya di Surabaya, Jumat (26/6). 

Ia mengemukakan hal itu di hadapan ratusan mahasiswa dalam kuliah umum bertajuk "Perundingan Batas Wilayah Maritim Dengan Negara Tetangga", yang diadakan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya. 

Dalam acara yang juga dihadiri Wakil Menlu Triyono Wibowo, ia mengatakan bahwa konsep kewilayahan negara yang diatur dalam UU 4/Prp/1960 tentang negara kepulauan (peta wilayah Indonesiabaseline NKRI) memang tidak memasukkan Sipadan-Ligitan. 

"Jadi, fakta sejarah menunjukkan Sipadan-Ligitan memang bukan wilayah kita, tapi juga bukan wilayah Malaysia, karena itu Indonesia dan Malaysia berebut untuk memilikinya dengan mengembangkan berbagai argumentasi," katanya. 

Namun, Mahkamah Internasional (MI) tidak mengakui argumentasi Malaysia bahwa Sipadan-Ligitan merupakan bagian dari Kesultanan Sabah. Tapi, argumentasi Indonesia bahwa Sipadan-Ligitan merupakan bagian dari Kesultanan Wuluhan juga tidak diakui. 

"Argumentasi yang diterima MI bukan karena Malaysia lebih dulu masuk ke Sipadan-Ligitan dan membangun dermaga, namun bukti sejarah yang paling awal masuk Sipadan-Ligitan yakni Inggris (penjajah Malaysia) dan Belanda (penjajah Indonesia)," katanya. 

Dalam kaitan itu, Malaysia akhirnya dapat membuktikan bahwa Inggris paling awal masuk Sipadan-Ligitan dengan bukti berupa mercusuar dan konservasi penyu, sedangkan Belanda hanya terbukti pernah masuk ke Sipadan-Ligitan, tetapi singgah sebentar tanpa melakukan apa pun. 

"Dari fakta sejarah itulah, MI akhirnya menyerahkan Sipadan-Ligitan kepada Malaysia yang merupakan bekas jajahan Inggris sehingga alasannya bukan karena siapa yang lebih dulu membangun dermaga di sana, melainkan bukti-bukti sejarah yang ada," katanya. 

Menteri yang menyelesaikan program doktornya di Virginia School of Law, Charlottesville, Amerika Serikat, itu menambahkan bahwa Indonesia saat ini memang memiliki batas laut dengan 10 negara dan batas darat dengan tiga negara (Malaysia, Timor Leste, dan Papua Niugini). 

"Perundingan batas wilayah itu tidak bisa cepat penyelesaiannya seperti orang membeli kacang, tapi membutuhkan waktu yang lama. Karena itu, bila penyelesaiannya lama, bukan berarti kita enggak serius atau lembek," katanya. 

Sumber : Kompas.com

Bagaimana pendapat kalian mendengar berita di atas ? Kita sudah kehilangan 2 pulau tersebut, tapi pemerintah menganggap remeh bahwa pulau tersebut sudah berpindah kepada pihak lain. Hal ini dianggap  sudah kehilangan rasa cinta tanah air.
Coba saja bayangkan, ketika ada pihak asing yang mau membelinya dan kemudian dipergunakan untuk aktivitas yang justru merugikan bangsa sendiri. Siapa yang bertanggung jawab? Pasti ah pihak yang telmenjualnya pun tak tahu menahu lagi dengan akibat yang mungkin terjadi di kemudian hari. Mereka lepas tangan setelah memperoleh keuntungan yang cukup banyak.

Sangat disayangkan, respon pemerintah yang baru bertindak setelah ada gelagat kurang menguntungkan ini. Padahal setelah lepasnya sejumlah wilayah Indonesia beberapa waktu lalu, pemerintah telah melakukan berbagai langkah untuk mengantisipasi masalah serupa agar tidak terulang lagi. Misalnya dengan memberi nama pulau-pulau yang masih anonymous. Rasanya usaha yang dilakukan pemerintah masih belum maksimal, mengingat jumlah pulau di negara kita sangat banyak jumlahnya.

Tindakan yang diambil pemerintah lebih sering dilakukan setelah ada kejadian. Bukannya melakukan langkah-langkah preventif. Lho, bukankah pemerintah sudah melakukannya? Menamai pulau-pulau yang masih belum ada namanya, inventarisasi pulau yang ada di wilayah Indonesia, menyelesaikan beberapa wilayah yang masih menjadi sengketa dengan negara tetangga dll. Kenyataan menunjukkan bahwa pemerintah masih kecolongan. Nyatanya, ada pulau yang mau dijual. Kalaupun dijual, seharusnya pemerintah RI yang lebih berhak menjualnya.

Keseriusan pemerintah untuk mempertahankan sekaligus mengembangkan potensi setiap jengkal wilayahnya sangat diharapkan. Kalau pemerintah lamban dalam bertindak, bukan tidak mungkin akan ada lagi puluhan pulau yang siap dijual oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Tak hanya wilayah yang mesti dipertahankan. Budaya dan seluruh karya anak bangsa ini harus tetap dipertahankan sebagai milik bangsa. Satu kesatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Itu semua merupakan pencerminan dari sila ketiga Pancasila yaitu Persatuan Indonesia. Kecuali Pancasila sudah dilupakan, dikesampingkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka masalah yang semacam itu wajar saja bisa terjadi. Kesaktian Pancasila dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya lambat laun akan luntur dan lenyap justru tergerus oleh perilaku bangsa sendiri.
Jika sudah demikan, masih saktikah Pancasila? Semoga saja ini menjadi pelajaran yang mampu menumbuhkan kesadaran pada diri setiap anak bangsa akan rasa memiliki dan cinta tanah air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar