Nenek Diduga Pencuri Kayu, Komisi III DPR Minta Hakim
Pakai Hati Nurani
Jakarta -
Nenek Asyani atau Bu Muaris didakwa mencuri kayu jati milik Perhutani meminta
penangguhan penahanan terhadap dirinya. Komisi III DPR RI pun berharap agar
penegak hukum dapat menggunakan hati nurani dalam menangani kasus ini.
"Memang sebetulnya hukum itu ditegakkan untuk mencari keadilan. Tapi dalam menegakkan keadilan juga harus melihat segala kondisinya," ujar anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto saat berbicang dengan detikcom, Sabtu (14/3/2015).
Para penegak hukum diminta Didik untuk proporsional dalam proses hukum nenek 63 tahun itu. Menurutnya, perlu dilihat kevalidannya apakah kasus Nenek Asyani ini perlu diperkarakan.
"Harusnya aparat penegak hukum mempertimbangkan apa yang dialami masyarakat. Apakah itu pencurian, apakah proporsional untuk dijadikan perkara. Harusnya dilihat validitasnya, kita harap aparat penegak hukum melihat dengan mata hati," kata politisi Demokrat itu.
Apa yang dimaksud proporsional oleh Didik ini adalah bagaimana penegak hukum juga mempertimbangkan aspek pengetahuan Nenek Asyani mengenai keberadaan dari kayu jati yang diambilnya dari tanah milik Perhutani. Sebab bisa jadi Nenek Asyani memang tidak mengetahui bahwa ia tidak diperbolehkan mengambil kayu tersebut.
Terkait penebangan lahan yang dilakukan Nenek Asyani memang menimbulkan perdebatan. Kades Dwi Kurniadi menyatakan bahwa berdasarkan catatan tanah desa, tanah itu merupakan milik Asyani yang merupakan warisan dari suaminya. Namun ada juga yang mengatakan tanah itu sudah dijual keponakannya.
"Kami harap hakim bisa melihat dengan mata hati. Dalam proses penegakan hukum ini, hakim harus mempertimbangkan dengan hati nurani. Harus melihat dengan clear. apakah itu rasional. Jangan sampai tajam ke bawah tumpul ke atas," tutur Didik.
"Memang sebetulnya hukum itu ditegakkan untuk mencari keadilan. Tapi dalam menegakkan keadilan juga harus melihat segala kondisinya," ujar anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto saat berbicang dengan detikcom, Sabtu (14/3/2015).
Para penegak hukum diminta Didik untuk proporsional dalam proses hukum nenek 63 tahun itu. Menurutnya, perlu dilihat kevalidannya apakah kasus Nenek Asyani ini perlu diperkarakan.
"Harusnya aparat penegak hukum mempertimbangkan apa yang dialami masyarakat. Apakah itu pencurian, apakah proporsional untuk dijadikan perkara. Harusnya dilihat validitasnya, kita harap aparat penegak hukum melihat dengan mata hati," kata politisi Demokrat itu.
Apa yang dimaksud proporsional oleh Didik ini adalah bagaimana penegak hukum juga mempertimbangkan aspek pengetahuan Nenek Asyani mengenai keberadaan dari kayu jati yang diambilnya dari tanah milik Perhutani. Sebab bisa jadi Nenek Asyani memang tidak mengetahui bahwa ia tidak diperbolehkan mengambil kayu tersebut.
Terkait penebangan lahan yang dilakukan Nenek Asyani memang menimbulkan perdebatan. Kades Dwi Kurniadi menyatakan bahwa berdasarkan catatan tanah desa, tanah itu merupakan milik Asyani yang merupakan warisan dari suaminya. Namun ada juga yang mengatakan tanah itu sudah dijual keponakannya.
"Kami harap hakim bisa melihat dengan mata hati. Dalam proses penegakan hukum ini, hakim harus mempertimbangkan dengan hati nurani. Harus melihat dengan clear. apakah itu rasional. Jangan sampai tajam ke bawah tumpul ke atas," tutur Didik.
Tanggapan :
HAM
adalah hak fundamental yang tak dapat dicabut yang mana karena ia adalah
seorang manusia. , misal, dalam Deklarasi
Kemerdekaan Amerika atau Deklarasi
Perancis. HAM yang dirujuk sekarang adalah seperangkat hak yang
dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang dunia II yang tidak mengenal
berbagai batasan-batasan kenegaraan. Sebagai konsekuensinya, negara-negara
tidak bisa berkelit untuk tidak melindungi HAM yang bukan warga negaranya.
Dengan kata lain, selama menyangkut persoalan HAM setiap negara, tanpa kecuali,
pada tataran tertentu memiliki tanggung jawab, utamanya terkait pemenuhan HAM
pribadi-pribadi yang ada di dalam jurisdiksinya, termasuk orang asing
sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran tertentu, akan menjadi sangat salah untuk
mengidentikan atau menyamakan antara HAM dengan hak-hak yang dimiliki warga
negara. HAM dimiliki oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut sebagai
manusia.
Berdasarkan
berita di atas, memang beliau salah, karena mengambil potongan kayu di lahan
yang dimiliki perhutani. Namun kita juga harus melihat bahwa beliau hanya
mengambil beberapa potong kayu. Apalagi melihat umurnya yang sudah renta,
apakah tidak kasihan jika beliau dipenjara dan masuk-keluar pengadilan. Seharusnya
pihak perhutani memakluminya dan menyelesaikan masalah secara damai. Dan tidak
membawa masalah tersebut ke meja hijau.
Saya
mengapresiasi yang dilakukan Komisi III DPR. Mereka membela HAM yang dimiliki
beliau dengan meminta hakim memakai hati nurani saat mengadili nenek Asyani.
Sudah seharusnya bagi semua orang, termasuk beliau untuk diperhatikan Hak Asasi
Manusianya. Jika hakim memperhatikan Hak Asasi beliau, sebaiknya diadili tidak
hanya dengan memakai UU yang berlaku,
namun juga memperhatikan Hak Asasi beliau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar