Minggu, 27 Desember 2015

Perbandingan Norma dan Agama di Desa dan Kota


Zaman yang serba modern ini mengharuskan segalanya dilakukan dengan cepat. Oleh karena itu, kebudayaan lama yang identik dengan segalanya dilakukan dengan lambat tidak bisa berkembang dengan baik. Arus globalisasi yang terjadi dimana mana semakin mempercepat perkembangan zaman.. Keadaan ini menimbulkan efek negatif dimana manusia berada dalam kondisi terasing dari norma dan agama yang ada dalam masyarakat. Gejala-gejala ini umumnya terjadi di perkotaan.

Namun hal yang cukup kontras terjadi di pedesaan. Dimana masyarakatnya masih memegang teguh kebudayaan yang membentuk mereka. Selain itu, efek globalisasi tidak terlalu terasa di pedesaan. Sehingga masih banyak masyarakat pedesaan yang masih menaati norma dan agama masing-masing.

Melihat kenyataan tersebut, terdapat 2 kemungkinan yang akan terjadi di masa depan di daerah perkotaan. Pertama, agama tidak akan lagi relevan dan fungsional dalam konteks modernisasi. Dimana ciri dasar masyarakat perkotaan cenderung bersifat individualis, materialis, hedonis, pragmatis, rasional, dan formal. Kedua, norma dan agama akan kembali memainkan peran dan fungsinya dalam masyarakat, dimana masyarakat memperoleh pencerahan, kesadaran baru akan pentingnya agama sebagai petunjuk hidup, sebagaimana juga telah muncul dan sedang berlangsung akhir-akhir ini.

Norma dan agama di daerah pedesaan juga tidak luput dari kemunginan tersebut. Karena efek globalisasi yang mulai merambah desa, bukan tidak mungkin pedesaan ikut mengalami moderenisasi seperti halnya perkotaan. Dan bukan tidak mungkin globalisasi akan merusak norma keagamaan yang sudah ada di masyarakat pedesaan. Kemungkinan kedua adalah meski arus globalisasi memasuki pedesaan, masyarakt masih memegang teguh agama leluhur dan menjalankan segala kewajiabn setiap agama.

Untuk tujuan tersebut, maka diperlukan pola pengembangan pemahaman keagamaan dengan langkah-langkah:
1. Reinterpretasi ajaran-ajaran agama agar sesuai dengan kontekstual kebutuhan-kebutuhan riil masyarakat modern.
2. Mengelola instansi-instansi dan lembaga-lembaga keagamaan/dakwah secara profesional dengan memperhatikan psikologi dan sosiologi masyarakat perkotaan.
3. Meninggalkan struktur pemahaman masyarakat yang berpola pikir parsial, puritan mutlak dan primordial menuju ke arah transformasi masyarakat berpola pikir mendunia, bebas, dan universal.

Kesimpulan

Derasnya arus globalisasi yang ditandai oleh perkembangan pesat teknologi informasi dan komunikasi telah mengakibatkan reformasi dalam informasi dan cara manusia bekerja dan berinteraksi. Akibat perubahan pola dalam penyebaran informasi tersebut mau tidak mau mempengaruhi cara masyarakat perkotaan maupun pedesaan dalam kegiatan sehari-hari. Bagaimanapun penggunaan teknologi modern dalam kehidupan tidak bisa dihindarkan, bahkan kalau perlu terus dikembangkan, dimodifikasi sepanjang tidak melanggar norma dan agama yang ada. Oleh karena itu perlu dikembangkan pola pemahaman norma dan agama yang baru, aktual, kontektual sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat kini. Sehingga agama sebagai petunjuk hidup tetap relevan, fungsional, dan senantiasa dibutuhkan oleh masyarakat baik perkotaan maupun pedesaan.


Sumber :
http://www.bbc.com/indonesia/vert_fut/2015/05/150518_vert_fut_agama
http://riau1.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=323







Tidak ada komentar:

Posting Komentar